
Adzan subuh belum lagi berkumandang, ketika bentakan itu terdengar keras dari balik pintu
“terkutuk kau nurbaya” bentakan itu terdengar keras, dari mulut seorang lelaki yang berusia sekitar 25 tahun.
perempuan yang disebutnya nurbaya, tak bergeming sedikitpun, tak menyahut dan tak menjawab. Biru lebam terlihat jelas di beberapa bagian wajahnya, juga masih jelas terlihat robekan kulit di beberapa bagian wajahnya.
“mengakulah nurbaya” sentak seseorang lagi
“apa yang harus kuakui” jawab lirih nurbaya
“masih tak mau mengaku juga” sontak seorang lelaki lain melayangkan tangannya, menampar wajah nurbaya, dan kembali beberapa tetes darah mengalir dari bibir nurbaya.
Nurbaya mengerang dan memandang berkeliling, hingga terhenti di sebuah wajah perempuan yang sangat dikenalinya, sebagai ibu kandungnya. Sosok itu merapat ke tubuh ayahnya, terdengar isakannya, lirih namun tak mampu berbuat apa-apa, sosok renta yang tak lagi memiliki kemampuan untuk melawan sekian banyak lelaki kekar yang sedari tadi menampar dan memukuli anaknya, dengan tuduhan yang tidak jelas.
Sekelebat tangan kembali ingin menampar nurbaya, ketika sebuah tangan lain menangkap tangan itu dan berkata
“sudahlah mail, dan kalian semua, adzan subuh sudah berkumandang tuh” ucap lelaki kekar yang dikenal nurbaya dengan nama amang, lelaki pemabuk yang tinggal tak jauh dari kantor desa.
Sontak mail, dan lainnya terdiam, dan perlahan bergeser meninggalkan tempat itu menuju masjid yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari kantor desa.
“terima kasih bang amang” ucap ibu nurbaya sembari memeluk anaknya yang bermandikan darah segar.
“sama-sama bu, tapi ada apa sebenarnya” ujar amang kemudian
“entahlah mang, mail dan lainnya tiba-tiba datang ke rumah kami, menuduh nurbaya sebagai perempuan yang tidak bener” ucap ibu nurbaya terbata
“tidak bener bagaimana??” tanya amang sembari keningnya berkerut
“entahlah mang” jawab sang ibu, sembari terus menangis dan memeluk nurbaya
“sudahlah bu, amang kenal nurbaya dari kecil, dan tahu sifat nurbaya, untuk sementara, bawa dulu keluar nurbaya dari desa ini” ucap amang
“iya mang, terima kasih atas bantuanmu”
“sudahlah, cepatlah, sebelum mereka datang lagi”
Ibu, ayah dan nurbaya mengangguk perlahan dan bergegas meninggalkan kantor desa menuju rumah mereka, mengemasi beberapa kebutuhan nurbaya, dan kemudian meninggalkan desa menuju kota, tempat dimana seorang paman nurbaya bertempat tinggal.
***
Derit pintu kamar yang terdengar nyaring membangunkan nurbaya dari tidurnya, sementara sayup-sayup terdengar adzan subuh di kejauhan. Nurbaya segera duduk, ketika melihat pamannya berdiri di depan pintu.
“ada apa paman” tanya nurbaya singkat
“tidak ada apa-apa, nurbaya” jawab pamannya sembari melangkah mendekati nurbaya dan duduk di samping nurbaya di atas tempat tidur.
“bagaimana keadaanmu” tanya sang paman kemudian
“baik paman” jawab nurbaya singkat
Lama keduanya terdiam, sebelum perlahan sang paman berdiri
“kamu cantik baya”
“paman … ingat paman, aku ini keponakanmu, paman”
Sang paman hanya tersenyum, dan matanya kini telah memperlihatkan tingkat birahi yang sangat tinggi
“paman …” teriak nurbaya, sang paman tak bergeming, dengan sedikit memaksa, sang paman mencoba melepas baju yang dikenakan nurbaya, nurbaya berontak sekuat tenaga dan berteriak keras
“Bibiiiii …”
“tak perlu kau panggil bibimu, dia tak ada, dia bermalam di tempat kerjanya, lembur” ucap paman sembari tersenyum
Berontak nurbaya semakin menjadi-jadi, dan satu kesempatan untuk lari tak di sia-siakannya, nurbaya berlari menuju ruang tamu dan terus keluar menuju jalan raya, terus berlari dan berlari, sembari menangis sejadi-jadinya.
***
Perlahan nurbaya mengangkat wajahnya, lusuh tanpa bedak dan gincu. Dipanjatnya sebuah meja diatas sebuah atap gedung berlantai 5. Dari balik mata beningnya, titik-titik air mata menyusuri pipinya, dan tak lama kemudian bibirnya melantunkan kata yang hampir tak terdengar
“Ilahi … apa salah dan dosaku, sehingga begitu berat ujian yang kau berikan”
Tak ada jawaban, hanya hening
“aku tahu Kau tak akan menjawabku” katanya kemudian
Hening tak ada kata hingga kemudian fajar menjelang dalam elegi baru bagi nurbaya
.
lembah bulusaraung
200112 : 23.52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar