Kutuliskan kembali larik-larik aksara, yang menuangkan segala resah dan kerinduan tanpa jedah ini, di setiap aliran darah
yang bergerak di seantero tubuh hina dina ini.
Malam di mana kembali kurasakan hadirnya puncak kerinduan di antara tirakat-tirakat hampa dalam namaNya.
Tengah malam, dimana seluruh detak nadiku berpacu dalam biusan kecintaan yang semakin menyelimuti jiwa, dan keinginan serta
harapan atas dirimu dalam curahan rasa yang diberikanNya
Melatiku, hadirnya hijau daunmu kala hampa membiusku
Jedah waktu yang terasa begitu lambat menghimpit, ketika satu pesan pendekmu menyapaku malam itu, malam yang tak akan pernah
kulupakan sepanjang hidupku, malam yang akan memulai sebuah cerita baru, dimana seribu arti baru kembali kukenali dalam
hidupku.
Kehampaan yang meradang, laksana sewindu kemarau tanpa air setetespun, terlarung bersama senyum dan arti yang terbawa dalam
seuntai sapaan hangat, tatkala kau tahu aku dalam masa kehampaanku. Masa dimana dimana tak kukenal lagi arti sebuah rasa
selain rasa sakit yang teramat sangat. Malam dimana tetes air syurgawi yang kau bawa dalam kelopakmu, memupuskan rasa dahaga
yang berkalang maut dalam kehidupan sang alam.
Melatiku, putihnya kelopakmu di hitam semestaku
Seribu dendam lara telah menguak tabir-tabir waktu, di setiap titik air mata yang mengalir pada isakku telah kau hapus
dengan senyum dan tawa tulus yang tak kutahu apa dan mengapa. Senyum yang telah membirukan kembali semesta kelamku atas
pelangi hitam yang melengkung dan menenrjangku sekian lama, tawa yang telah mencerahkan kembali semestaku setelah
altar-altar pengorbanan waktu berserak menjadi puing tak bersisa.
Warna suci yang kau bawa, putih, menyelimutiku hangat pada langkah-langkah tertatih yang memohon keampunan di setiap
jejak-jejak temaram di lembah sunyi dan beku, yang kini telah menjadi lembah yang indah dalam balutan putih kasihmu.
Melatiku, harumnya aromamu di lembah gersangku
Kini, pada seribu tirakat janji atas waktu, kerapuhan itu dirimu tegakkan dengan rinai air mata, renyah tawa dan bahkan
dengan kebawelanmu yang membuatku semakin merindu dan merindu akan hadirmu di sisiku.
Dan bahkan setiap dekap hangat bayangmu, menimbulkan seribu aksara yang tak kutahu berasal dari mana, pun kecup waktu
hadirmu, dapat menyemangati rasa pada setiap awal pagi hingga pagi kembali, terus dan terus, tanpa lelahku atas jejak-jejak
kisah kitab cinta yang terbangun di hati ini.
Melatiku, lengkapmu di sisa puing waktuku
tak ada lagi kata yang dapat mewakili setiap waktu atasmu, kesadaran demi kesadaran yang terbangun dari setiap ingatanmu
atasku, membuat luruh segala hal yang pernah kupertahankan atas akses sebuah hati yang membatu.
dan kini telah berada dalam genggamanmu, dalam rasa percaya yang tumbuh atas segala kisah suka duka dalam penantian tak
berujung atas sebuah nilai rasa yang terjamahkan lagi, tak dapat diinterpretasi lagi.
Mencintaimu tanpa syarat
Merindumu tanpa batas
.
Lembah bulusaraung
250811 : 02.08
1919
yang bergerak di seantero tubuh hina dina ini.
Malam di mana kembali kurasakan hadirnya puncak kerinduan di antara tirakat-tirakat hampa dalam namaNya.
Tengah malam, dimana seluruh detak nadiku berpacu dalam biusan kecintaan yang semakin menyelimuti jiwa, dan keinginan serta
harapan atas dirimu dalam curahan rasa yang diberikanNya
Melatiku, hadirnya hijau daunmu kala hampa membiusku
Jedah waktu yang terasa begitu lambat menghimpit, ketika satu pesan pendekmu menyapaku malam itu, malam yang tak akan pernah
kulupakan sepanjang hidupku, malam yang akan memulai sebuah cerita baru, dimana seribu arti baru kembali kukenali dalam
hidupku.
Kehampaan yang meradang, laksana sewindu kemarau tanpa air setetespun, terlarung bersama senyum dan arti yang terbawa dalam
seuntai sapaan hangat, tatkala kau tahu aku dalam masa kehampaanku. Masa dimana dimana tak kukenal lagi arti sebuah rasa
selain rasa sakit yang teramat sangat. Malam dimana tetes air syurgawi yang kau bawa dalam kelopakmu, memupuskan rasa dahaga
yang berkalang maut dalam kehidupan sang alam.
Melatiku, putihnya kelopakmu di hitam semestaku
Seribu dendam lara telah menguak tabir-tabir waktu, di setiap titik air mata yang mengalir pada isakku telah kau hapus
dengan senyum dan tawa tulus yang tak kutahu apa dan mengapa. Senyum yang telah membirukan kembali semesta kelamku atas
pelangi hitam yang melengkung dan menenrjangku sekian lama, tawa yang telah mencerahkan kembali semestaku setelah
altar-altar pengorbanan waktu berserak menjadi puing tak bersisa.
Warna suci yang kau bawa, putih, menyelimutiku hangat pada langkah-langkah tertatih yang memohon keampunan di setiap
jejak-jejak temaram di lembah sunyi dan beku, yang kini telah menjadi lembah yang indah dalam balutan putih kasihmu.
Melatiku, harumnya aromamu di lembah gersangku
Kini, pada seribu tirakat janji atas waktu, kerapuhan itu dirimu tegakkan dengan rinai air mata, renyah tawa dan bahkan
dengan kebawelanmu yang membuatku semakin merindu dan merindu akan hadirmu di sisiku.
Dan bahkan setiap dekap hangat bayangmu, menimbulkan seribu aksara yang tak kutahu berasal dari mana, pun kecup waktu
hadirmu, dapat menyemangati rasa pada setiap awal pagi hingga pagi kembali, terus dan terus, tanpa lelahku atas jejak-jejak
kisah kitab cinta yang terbangun di hati ini.
Melatiku, lengkapmu di sisa puing waktuku
tak ada lagi kata yang dapat mewakili setiap waktu atasmu, kesadaran demi kesadaran yang terbangun dari setiap ingatanmu
atasku, membuat luruh segala hal yang pernah kupertahankan atas akses sebuah hati yang membatu.
dan kini telah berada dalam genggamanmu, dalam rasa percaya yang tumbuh atas segala kisah suka duka dalam penantian tak
berujung atas sebuah nilai rasa yang terjamahkan lagi, tak dapat diinterpretasi lagi.
Mencintaimu tanpa syarat
Merindumu tanpa batas
.
Lembah bulusaraung
250811 : 02.08
1919
Tidak ada komentar:
Posting Komentar