Jumat, 14 Oktober 2011

CATATAN DARI DINDING PUTIH

rabu, 12 oktober 2011, 03.50

malam telah beranjak memasuki waktu subuh, ketika perlahan kutengadahkan wajah menatap sosok tubuh yang tergeletak entah berapa lama, di lengannya, sebuah jarum tertusuk menembus nadinya, menghubungkannya dengan tetesan-tetesan cairan yang entah apanya, memasuki tubuh kecil itu, tanpa disadarinya, sementara di wajahnya, terpasang sebuah masker transparant yang terhubung dengan sebuah tabung oksigen, sebuah tabung, yang bagiku tidak lebih baik dari tabung gas 9 kg di rumahku.


tak ada gerakan, yang ada hanya denyut nafas perlahan, satu demi satu, yang terhembus dari bibir mungilnya, dari bibir yang terkadang membuatku lupa akan segala kesah yang kuhadapi dalam hidupku, bibir yang senantiasa menyunggingkan senyum khasnya, tawa yang selalu membuatku merasa begitu berarti dlaam hidup yang fana ini, kerlingan mata, yang membuatku merasa dapat menjadi orang yang lebih baik, tapi ... tak ada lagi senyum itu, tak ada lagi tawa itu, tak kulihat lagi lesung pipi nya yang tergambar jelas saat tersenyum ataupun tertawa, tak ada kerlingan mata indah, khas seorang bocah berumur 7 tahun. ya ... dia masih berumur 7 tahun, tapi di lengannya jarum hina itu menusukkan ujung tajamnya dalam ketidaksadarannya, masker dina itu menutupi senyumnya.
tak ada yang dapat kulakukan, bayangan tawa, senyum, tingkahnya serta kebandelannya mengitari kepalaku,
tak ada ... hanya mendesah, mengutuk, menangis, menghiba dan mengharapkan keajaiban atas segala deritanya.

ya kawan, 7 tahun,

tanpa seringai, dia terlelap,
tanpa senyum, dia terbaring,
tanpa tatapan, dia mengatupkan matanya,
tak berkata sepatah katapun, sebagai pengantar tidurnya

18 jam sudah ... tak ada kata
1080 menit sudah ... tak ada gerak
64800 detik sudah ... tak ada tarian jemarinya yang bergerak di atas keyboard komputerku

tak ada ...
hanya diam
hanya bisu
hanya menggeletak

kamis, 13 oktober 2011, 02.20

dari balik kaca yang memagari diriku dengan dengannya,
netraku hanya dapat menatap lirih,
dengan sembabnya mata yang telah lelah mengalirkan air mata,
lelah karena tidak mampu memicing walau sekejap.

40 jam ...
40 jam ...
40 jam ...
raganya tertidur
tubuh kecilnya tertusuk jarum
hidung dan mulutnya tertutup masker oksigen

apa salahnya ....
apa dosanya
hingga kau hukum dia seperti itu ?

karmaku kah
aku kah penyebabnya
kalau iya ...
jangan jatuhkan akibatnya pada tubuh kecil itu ...
jangan ...

masih jelas kuingat, lengking tawanya yang khas
masih jelas terngiang, setiap candanya
masih jelas terbayang, wajahnya kala merajuk
masih jelas terpatri, kekecewaan kala kutolak permintaannya

jangan hukum dia, karena ulahku
jangan, tolong ...
beri aku keajaibanMu
berikan ...
aku butuh
sangat membutuhkan
sangat membutuhkan keajaibanMu
untuknya
untuk tubuh kecil itu

lihat jariku
lihat
ujung jari yang menunjuk ke arahnya
ujung jari dimana mata hatiku tergeletak tak berdaya
ujung jari dimana separuh jiwaku di genggamannya
bantu aku
tolong aku
.
dinding putih
12-13 oktober 2011

Tidak ada komentar: